MySAPK: Aplikasi Lucu dan Menggemaskan
Dibuat Sibuk dan Galau
Kegiatan ini bermula dengan terbitnya Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 87 Tahun 2021 tanggal 10 Mei 2021 tentang Pemutakhiran Data Mandiri Aparatur Sipil Negara dan Pejabat Pimpinan Tinggi Non Aparatur Sipil Negara.
Bukan hanya dibuat sibuk, ASN, PPT Non-ASN, dan PPK pun dibuat galau dengan PDM ini. Bagaimana tidak? Ada dua ancaman terhadap ASN, PPT Non-ASN, dan PPK sebagaimana tercantum pada butir L lampiran Keputusan Kepala BKN Nomor 87 Tahun 2021, yang berbunyi:
Apabila ASN dan PPT Non-ASN tidak melaksanakan pemutakhiran data mandiri melalui MySAPK pada periode yang telah ditentukan, maka pelayanan manajemen kepegawaian yang bersangkutan tidak akan diproses.
Jika Pejabat Pembina Kepegawaian tidak menyelesaikan verifikasi data sampai batas waktu yang ditentukan, maka Pejabat Pembina Kepegawaian akan mendapatkan teguran tertulis dari BKN.
Sejarah Pemutakhiran Data PNS
Pada prinsipnya kegiatan ini hampir sama dengan kegiatan Pendataan Ulang Pegawai Negara Sipil secara elektronik (e-PUPNS) yang dilaksanakan pada tahun 2015 yang itupun diikuti pula dengan ancaman.
Perlu diketahui bersama, PUPNS pernah juga dilaksanakan pada tahun 2002 meskipun pada tahun itu masih dilakukan secara manual. Selain itu, pada tahun 2011 juga telah dilakukan pemutakhiran data melalui aplikasi SAPK pada modul peremajaan data.
Artinya, kegiatan pemutakhiran data pegawai ini sudah dilaksanakan sebanyak empat kali.
Seperti dikatakan dalam judul artikel ini, bagi penulis, pemberian ancaman sanksi kepada ASN yang tidak melakukan PDM merupakan kebijakan yang tidak menyenangkan. Bahasa halusnya, “lucu dan menggemaskan”. Hal ini dapat dinyatakan setelah melihat berbagai sisi.
Ringkasnya, sebelum memberi sanksi, ada baiknya melakukan introspeksi. Yaitu, melihat fakta yang terjadi di lapangan terhadap kondisi ASN, kondisi aplikasi yang masih lemah, dan data yang tidak tepat/akurat.
Dari Sisi Kondisi ASN
Faktanya, banyak pegawai ASN yang sudah tua dan gagap teknologi, apalagi jika pegawai tersebut tidak terbiasa atau tidak memiliki banyak kesempatan bekerja di belakang layar komputer. Misalnya, pegawai yang mengurus peralatan listrik, bangunan, mekanik, dan lain-lain.
Atau bisa juga, dokter yang fokus dengan jiwa pasiennya serta guru yang fokus dengan anak didiknya, ketimbang mengurusi kelengkapan datanya di aplikasi MySAPK.
Selain itu, ada juga pegawai yang telah mengabdi puluhan tahun lamanya di wilayah terpencil/pedalaman Indonesia. Untuk bekerja, mereka masuk-keluar hutan yang jaraknya ke tempat kerja bisa mencapai 1-2 jam dengan berjalan kaki.
Saya rasa, pegawai di medan juang semacam ini cenderung lebih sulit mengakses teknologi informasi tapi justru paling ironis jika disanksi. Ya, semoga tidak sampai terjadi. Begitupun bagi ASN yang berada di pulau terluar Indonesia, umumnya jauh dari listrik ataupun sinyal internet.
Kelemahan dari Sisi Aplikasi
Pada beberapa kejadian, terjadi kesulitan untuk login ke aplikasi. Kalaupun berhasil, maka kesulitan berikutnya adalah tidak munculnya pilihan (combo box) unit verifikasi.
Alasan klasiknya adalah user overload mengakses server. Ajaibnya, kalaupun user berhasil memilih unit verifikasi, admin instansi yang bertugas memverifikasi data pegawai yang masuk, malah tidak bisa melakukan verifikasi.
Perlu kita ketahui bersama, saat ini jumlah PNS se-Indonesia sebanyak 4,1 juta, jauh lebih kecil dari pengguna facebook se-dunia sebanyak 2,38 milyar. Mari bandingkan, betapa sulitnya mengakses aplikasi MySAPK sedangkan mengakses facebook lancar-lancar saja. Padahal, kedua-duanya sama-sama aplikasi.
Di samping itu, aplikasi ini juga belum user friendly. Hal ini tampak di antaranya ketika mengisi data pasangan (suami/isteri), dan pengisian tanggal.
1. Pengisian Jenis Kelamin Pasangan
Pada pengisian data pasangan, user (ASN) harus mengisi/memilih jenis kelamin pasangannya. Seharusnya hal ini tidak perlu dilakukan karena sudah seharusnya pada data pokok pegawai (data master) sudah tersedia field/flag jenis kelamin dari ASN.
Jika jenis kelamin ASN ‘laki-laki’, maka secara otomatis jenis kelamin pasangannya adalah ‘perempuan’, sehingga jenis kelamin pada data pasangan tidak perlu lagi diisi.
Atas kondisi ini, penulis melihat bahwa design & analysis system dan programmer-nya sangat lemah dalam memahami aplikasi yang dibangun. Atau jangan-jangan memang sudah dilegalkan perkawinan sejenis di negeri ini?
2. Pengisian Tanggal
Dalam pengisian tanggalpun sangat tidak user friendly. Menggunakan fitur datepicker (kalender), user dipaksa untuk mengklik beberapa kali, yaitu mencari tahun, memilih tahun, memilih bulan, dan memilih tanggal.
Pemilihan tanggal ini akan semakin sulit jika tahunnya sudah lama sekali, tahun kelahiran 1966 (misalnya). Hal ini akan sangat menyulitkan user dalam men-scroll ke atas.
Adapun pengalaman penulis dalam membangun aplikasi Sistem Pengelolaan Data Pegawai (SISPEDAP) di BPKP pada tahun 2008, selain menggunakan fitur datepicker, field tanggal tersebut juga bisa diisi manual dengan langsung mengetik dd/mm/yyyy sehingga user tidak kesulitan men-scroll ke atas, terutama pada tahun-tahun yang lama.
Perlu diingat, datepicker kelihatannya keren, tetapi sebenarnya menyulitkan. Untuk itu, jangan tertipu dengan penampilan yang keren.
3. Inputan Data Tidak Bisa Diedit
Jika data sudah final (kotaknya berwarna hijau) maka data tidak bisa lagi di edit.
Di atas baru tiga contoh temuan permasalahan aplikasi yang tidak user friendly dari sekian contoh lain yang penulis temukan, seperti tidak perlunya mengisi seluruh field, mengisi nomor identitas orang tua yang sudah lama meninggal dunia dan lain sebagainya.
Termasuk status orang tua apakah menikah atau tidak menikah. Ini pertanyaan yang aneh. Kalau orang tua tidak menikah, bagaimana ASN itu lahir?🤣
Aplikasi ini sungguh lucu dan menggemaskan.
Tidak berhenti di sini. Masih ada lagi. Aplikasi ini ternyata belum mengikuti rules atau bisnis proses kepegawaian, di antaranya:
a. Form Entri Riwayat CPNS/PNS
Form entri Riwayat CPNS/PNS tidak perlu disediakan, karena CPNS/PNS itu hanya terjadi sekali selama pegawai bekerja. Data CPSN/PNS itu merupakan bagian dari Riwayat Pangkat/Golongan, jadi tepatnya data ini masuk dalam form entri Riwayat Pangkat/Golongan.
Melihat kondisi ini, penulis melihat bahwa aplikasi ini dibangun asal bangun saja, programmer-nya tidak didampingi oleh design & system analyst, serta owner atau pihak yang memahami bisnis proses kepegawaian.
Tidak mengherankan jika terkesan aplikasi ini tidak memperhatikan rules/bisnis proses kepegawaian. Atau jangan-jangan memang BKN tidak paham dengan bisnis proses kepegawaian?
b. Form Entri Riwayat Peninjauan Masa Kerja
Form entri ini juga sama. Seharusnya form entri ini pun masuk dalam form entri Riwayat Pangkat/Golongan, di mana dalam pangkat/golongan tersebut tercantum masa kerja.
Kelemahan dari Sisi Database
Penulis menemukan keanehan data yang telah terisi, seperti data jabatan dari seorang ASN di unit kerja penulis. ASN tersebut menyampaikan bahwa terdapat beberapa riwayat jabatan telah tercantum di database, namun yang bersangkutan tidak pernah menduduki/memangku jabatan tersebut.
Hal ini juga terjadi pada data Riwayat Peninjauan Masa Kerja, di mana sudah tercantum nomor SK dan tanggal SK Peninjauan Masa Kerja termasuk tahun dan bulan peninjauan masa kerja. Padahal, yang bersangkutan sama sekali tidak pernah menerima SK Peninjauan Masa Kerja.
Tentunya hal ini menimbulkan pertanyaan, dari mana data itu berasal, Mengapa sudah tercantum di database?
PDM 2021, Seharusnya Tidak Ada Lagi
Dari tiga kali kegiatan pemutakhiran data PNS yang telah dilaksanakan (PUPNS 2002, SAPK 2011, dan e-PUPNS 2015), maka PDM MySAPK 2021 ini seharusnya tidak perlu dilaksanakan lagi.
Dalam kurun waktu 10 tahun sejak tahun 2011, seharusnya BKN sudah mampu membangun interoperabilitas data ASN sehingga data ASN yang di maintenance dan tersebar di masing-masing Kementerian/Lembaga/Pemda (K/L/P) dapat berkomunikasi dengan data ASN yang di maintenance oleh BKN.
Bagaimanapun juga, tidak mungkin K/L/P harus menggunakan modul peremajaan data pada aplikasi SAPK yang dibangun BKN tahun 2011, sedangkan K/L/P tersebut merupakan K/L/P yang sudah lama berdiri dan tentunya sudah punya Sistem Informasi Kepegawaian (SIK) yang mereka bangun sendiri dengan effort dan biaya/anggaran yang besar sebelum BKN membangun SIK/SAPK.
BKN bisa menerapkan sepenuhnya seluruh modul yang ada pada aplikasi SAPK pada suatu K/L/P, jika K/L/P itu baru berdiri dan belum punya SIK, seperti adanya pemekaran kabupaten/kota dan lain sebagainya.
Terakhir,
Diharapkan ke depannya sudah tidak ada lagi pemutakhiran data seperti yang berjalan saat ini. Pemutakhiran data pegawai bukan dilaksanakan sekali dalam 5 tahun, namun dilaksanakan setiap saat, yaitu setiap ada produk kepegawaian terbit (misal: SK).
Setiap kali terbit SK, maka saat itulah data dimutakhirkan. Apabila data seorang ASN dimutakhirkan di suatu K/L/P, maka di saat itulah data pada aplikasi MySAPK BKN mutakhir, dan begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, tidak perlu ada redudansi entri data.
Demikian, semoga artikel ini bermanfaat untuk mewujudkan Satu Data ASN serta Satu Data Indonesia. Akhir kata, meskipun PDM 2021 dan MySAPK “Lucu dan Menggemaskan”, percayalah bahwa masukan-masukan dalam tulisan ini adalah demi kebaikan kita semua dan kami pasti mendukung BKN.
Salam Gemas.
Komentar
Posting Komentar